Kekuatan Memaafkan
Kekuatan maaf ituah yang dirasakan oleh Abu Mahjan. Seorang peminum kelas berat berubah menjadi mukmin yang taat. Dia berubah, menemukan jalan hidayah melalui proses mujahadah yang luar biasa. Tidak ada orang yang jahat yang tidak punya masa depan. Tidak ada orang hebat yang tak punya masa lalu.
Abu Mahjan, seorang prajurit Muslim yang andal tetapi
tertangkap basah sedang minum khamr hingga mabuk dan kehilangan kesadarannya
dalam kecamuk perang Qadisiyah. Kemudia dia diikat kakinya oleh pasukan Muslim
di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash.
Perang terus berkecamuk dengan sengit. Kuda-kuda kaum
muslimin berlarian pontang-panting karena dipukul hebat oleh tentara musuh. Di tengah
kecamuk perang yang dahsyat itu, dia terbangun, sadar dalam pengaruh minuman
kerasnya.
Jiwa keprajuritannya tergugah. Jiwa petarung dia membumbung.
Semangat juang begitu menjulang.
Keimanannya tertantang, “Betapa sedih hati ini, menyaksikan
kuda-kuda dihalau keluar dengan batang lembing. Kini aku diikat sehingga tidak
dapat maju ke medan tempur.”
Dia pun memohon kepada Ibnah Hafsah, istri dari sang
Panglima Sa’ad bin Waqqash agar berkenan melepaskan ikatannya itu dengan sebuah
komitmen janji setia bahwa jika dirinya hidup seusai pertempuran, dia akan
kembali dan mengikatkan kedua kakinya kembali. Namun jika mati maka, “Kalian akan
terbebas dari pertanggung-jawaban mengenai diriku.”
Dilepaskanlah dia dari ikatan dan segeralah dia menyambar kuda
milik Sa’ad, Balqa namanya. Karena Sa’ad terluka, komando kepemimpinan diambil
alih khalid bin ‘Arqathah.
Dengan tombaknya, Abu Mahjan menerjang musuh. Dengan
pedangnya, Abu Mahjan menewaskan puluhan musuh. “ Ini adalah malaikat,” begitu
seseorang berseru di tengah kecambuk perang.
Menyaksikan hal tersebut, maka Sa’ad bin Abi Waqqash berucap, “Kesabaran adalah kesabaran Balqa,
dan kemengan di raih Abu Mahjan.”
Setelah pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan musuh,
Abu Mahjan kembali ke tempatnya dan mengikat kedua kakinya, untuk melanjutkan
hukuman yang harus dijalaninya.
Ibnah Hafsah menanyakan perihal Abu Mahjan kepada suaminya,
Sa’ad bin Abi Waqqash menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan mendera kepada seorang
yang membawa kemenangan kepada kaum Muslimin.” Maka Abu Mahjan pun dilepas.
Kepada Sa’ad, Abu Mahjan menceritakan bahwa konsekuensi dia
meminum khamr penuh kesadaran kalau dirinya akan dijatuhi hukuman. Siap dengan
hukuman itu. “Hukuman itu akan mensucikanku dari minum khamr, “ ucapnya.
Namun dengan dibebaskannya dia dari hukuman menbuat kesadaran
terdalam dari keimanannya semakin menghujam kuat, “Maka demi Allah, aku tidak
akan minum khamr lagi selamanya.”
Itulah Abu Mahjan, pahlawan sejati yang berani mengambil
inisiatif di tengah kegentingan sehingga bisa berperan di detik-detik kritis
yang menentukan. Injury time. Waktu yang begitu berharga.
Dari kisah Abu Mahjan kita bisa mengambil pelajaran berharga
bahwa waktu permaafan yang diberikan seseorang kepada orang lain bisa menjadi
jalan kepahlawanan, abadi sepanjang zaman. Ayo bangkitlah kawan.